Aku



 Namaku Rindi,  Rindiani Putri. Sering dikira anak tunggal. Padahal aku anak bungsu dari 3 bersaudara. Aku selalu dinobatkan oleh teman-teman ku sebagai 'ibu' sebab kata mereka aku suka mengomel jika barang-barang mereka buat berserakan. Tidak heran karena Zodiakku sendiri juga dikenal dengan ibu dari segala zodiak yaitu 'cancer' yang sering disebut dengan si super aktif seperti kepiting.

 Aku satu-satunya anak paling manja dirumah sebab aku adalah anak bungsu, tapi kata orang-orang justru anak bungsu yang pundaknya lebih kuat, tidak dapat lagi merasakan masa kejayaan orang tua. Aku lahir di bulan Juni dengan berjenis kelamin perempuan. Ayah ibuku sangat mencintaiku bahkan mereka mendidik dengan sangat-sangat telaten meskipun ketiga anaknya ini perempuan semua.

 Aku tidak ada istimewanya. Tapi itu tidak masalah, lagi pula aku tidak ingin menjadi sesuatu yang istimewa. Aku selalu mengikuti apa yang terlintas di pikiranku. Seperti diam-diam mewarnai rambut sendirian, memotongnya menjadi lebih pendek. Sebenarnya itu tidak seperti yang ibuku inginkan. Dia selalu menginginkan rambut panjang hitam yang seperti ia miliki.

 Ini kisahku yang mungkin penuh dengan luka. Beragam patah yang aku temui dalam perjalanan hidupku. Tentang di tinggalkan oleh orang yang teramat aku cinttai, tentang mimpi yang terpaksa aku redam sendiri, tentang harapan yang perlahan memulai memudar dan tentang rencana yang telah ku susun rapih tapi harus aku relakan begitu saja.

 Ku hirup nafas lega seraya ku singkirkan segala kecemasan yang ada dalam diriku. Ku biarkan ketidak senangan yang membalut relung jiwaku luruh bersama penerimaanku. Sebab telah sangat lama aku meratapi ketidakadilan hidup yang membawaku sampai hari ini. Dan yang lebih menyakitkan dunia tetap berjalan meskipun aku hancur berantakan.

 Aku sudah dewasa, tapi anak kecil dalam diriku selalu menyiksa tentang ketakutakn memandang dunia. Takut apabila hadirku tak diterima. Bayangan itu selalu menghantui, menahan ku untuk berhenti. Berakhir pada sesal dalam diri. Memcoba yakin berdiri pada kaki sendiri karena tidak tau harus bertanya pada siapa lagi. Meski begitu, aku ingin mengapresiasi karena yang menemani dan tau betapa sulitnya sebuah perjuangan adalah diri sendiri. Aku sangat hebat karena mampu bertahan sejauh ini.

 Aku tidak tau ingin bercerita apalagi. Ada banyak hal yang ingin sekali diutarakan tentang apa yang dirasa. Dalam kepala hanya tentang kusut, berbelit, rumit, pada akhirnya bercerita adalah hal yang sulit. Meski aku mampu menahan sendirian, bukan berarti aku tidak butuh telinga untuk mendengar. Sesekali aku juga ingin ditanya hal kecil perihal baik buruknya sebuah hari. Terkadang diri ingin dimengerti,karena memang aku haus akan validasi. Pasalnya saat bagianku membuka suara kerap tak didengar oleh dunia. Dari sini, aku ingin menyuarakan sebuah persaaan yang tertahan oleh keadaan.

 Dulu aku menangis sata terjatuh, dan sekarang aku terjatuh menghadapi luasnya dunia ini. Bun lalu apakah aku harus menangis?

 Aku tidak begitu ahli dalam mengenalkan diri sendiri, menurutku cukup segitu saja yang dikenali sebab pandanganku dan mereka mengenai ‘aku’ sangat sangat berbeda.












Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendahuluan

Saga Atmadja